Umumnya aku senantiasa bawa suatu harian di tiap ekspedisi aku. Tidak tahu harian kecil ataupun yang size nya kira- kira lebih besar, aku senantiasa mencantumkan novel harian dalam ransel tiap melaksanakan ekspedisi. Kemana kaki aku berjalan harian ini tidak cuma berfungsi selaku sahabat ikhwan, tetapi pula jadi media buat menulis ataupun mensketsa apa yang aku amati, aku dengar or aku rasakan. Novel harian dapat berisikan memo berarti mengenai posisi, asal usul, hasil percakapan dengan masyarakat lokal, rasa ataupun kehebohan apa saja yang dirasakan kala berjalan..
Semenjak masa Ibnu Batuta, Marco Polo, Hiram Bingham, George Mallory, sampai Michael Palin serta Farid Gaban, mereka senantiasa menggoreskan rekaman jejak yang teralami pada harian nya masing2 selama penjelajahan mereka. Sampai kerapkali suatu buah pikiran menawan dapat terlahir dari sana. Atapun dapat saja sehabis berapa tahun kita buka balik harian yang kita memiliki.
Salah satu ilustrasi narasi yang aku miliki kala ekspedisi dari seseorang pria berumur merupakan mengenai angin serta mentari. Keduanya bentrok siapa yang terkuat serta sangat berdaulat. Narasi ini aku tulis di harian aku serta hendak jadi narasi buat anak cucu nanti.
Angin mengklaim kalau hembusannya sanggup memporak- porandakan sesuatu dusun, membuat lilitan aliran raksasa di lautan. Sang mentari hening saja, sedang saja tidak yakin. Sampai mereka juga berjudi,“ Ayo kita amati, siapa yang sanggup membuat pria itu melepas jaket hijaunya, hingga ia lah pemenangnya!” Melawan sang Angin.
Terus menjadi ditiupkan cepat, terus menjadi ditutup jaket pria itu. Terus menjadi bergairah desakan hembusannya, terus menjadi sang pria itu menggenggam akrab merangkul jaket hijaunya. Serta sang angin juga keletihan.
Kesempatan sang Mentari. Dengan hening beliau mengucurkan sinarnya, lama- lama, teratur. Sampai radiasi nya jadi selimut yang panas, amat, kian panas, perlahan. Sampai sang pria juga tergerak melepas jaket hijau nya sendiri.
Kerap kita di libas oleh kepribadian abdi sendiri, utk berperan tergesa- gesa menggapai sasaran. Bebas. Menanggapi lagi kirimkan bogem pada sang kepribadian abdi. Nikmatin seluruh cara yang berjalan.
Serta sang pria berjaket hijau itu juga melerai serta mendamaikan saga sang Angin& Mentari. Kesimpulannya beliau menghasilkan kata2, sama2 silih menegaskan:“ Udah lah ga butuh ngeributin siapa yang terkuat, karena yang terkuat merupakan yang sanggup bangun berdiri balik sehabis terguling, ga meringik, serta tetep optimis.”
“ Udah gih situ pada kembali, dah petang, mandi, waktunya ngaji.” Tutup pria itu sembari merogoh rokok di sakunya.